Growmedia-indo.com – Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso membantah mengetahui adanya aset-aset milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi yang disembunyikan yang menyebabkan menjadi tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bantahan itu disampaikan langsung oleh Rahmat yang juga merupakan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Provinsi Jawa Timur usai diperiksa sekitar delapan jam oleh tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin petang (4/7).
Rahmat yang mengenakan kemeja batik warna kuning ini mengaku tidak mengetahui adanya aset-aset Nurhadi yang disembunyikan.
“Kalau pertanyaannya tanya penyidik aja. Gak ada gak mengetahui (aset Nurhadi disembunyikan) sama sekali,” ujar Rahmat kepada wartawan, Senin petang (4/7).
Selama sekitar delapan jam itu kata Rahmat, dirinya didalami terkait sebuah perusahaan di bidang produksi tisu basah dan alkohol. Akan tetapi, Rahmat tidak menyebut nama perusahaannya.
“Ya terkait perusahaan-perusahaan aja, sama yang lain-lain lah,” katanya.
Perusahaan itu pun kata Rahmat, bukanlah milik ataupun adanya investasi dari Nurhadi.
“Gak ada, gak ada yang milik Nurhadi sama sekali,” pungkasnya.
Perkara TPPU ini merupakan pengembangan dari perkara suap penanganan perkara yang menjerat Nurhadi sebelumnya.
Dalam kasus suapnya, Nurhadi dinyatakan terbukti bersama menantunya, Rezky Herbiono menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 45.726.955.000.
Suap dan gratifikasi tersebut diberikan oleh Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama (Dirut) PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara. Uang suap itu diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.
Selain menerima suap senilai Rp 45 miliar lebih, Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar.
Gratifikasi diterima Nurhadi selama tiga tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh lima orang dari perkara berbeda. Jika ditotal, suap dan gratifikasi yang diterima sebesar Rp 83.013.955.000
Nurhadi sendiri telah dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat pada Kamis (6/1) untuk menjalani pidana penjara selama enam tahun.
Selain itu, Nurhadi juga diwajibkan untuk membayar pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Sumber : Rmol