Suhu Politik Nasional Memanas Jelang Pemilu 2024, KMY Petakan Ancaman Konflik dan Siapkan Kekuatan Akar Rumput



SLEMAN (D.I. YOGYAKARTA), GROWMEDIA-INDO.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah di depan mata.

Dapat dirasakan lebih dari setahun ini, suhu politik nasional mulai memanas dengan berbagai aksi dan manuver serangan politik dari berbagai aktor politisi di tingkat elit.

Mereka terus memperbarui strategi, mengakumulasikan sumber daya, melakukan lobi-lobi untuk memperluas jejaring sekutu dengan tujuan mendelegitimasi lawan politiknya.

Menyikapi hal tersebut, perlu adanya upaya serius sebagai antisipasinya.

Koalisi Masyarakat Yogyakarta (Komasyo/KMY) bergerak mengajak berbagai organisasi dan gerakan masyarakat untuk secara serius mengambil bagian dalam antisipasi berkembangnya konflik pemilu ini, melalui workshop antisipasi konflik sosial Pemilu 2024 yang digelar di Restoran Taman Pringsewu Jalan Magelang KM.9 Mulungan Banaran Sendangadi Mlati Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menghadirkan pembicara Tri Agus Indharto (Pedro) selaku Ketua Bawaslu Kota Yogyakarta di Divisi Sumber Daya Manusia (SDM), Organisasi, Pendidikan, Pelatihan, Data, dan Informasi yang menyampaikan materi 'Strategi antisipasi konflik pemilu 2024.'

Dan, Fitria Indri Kesumawati selaku Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) DIY yang memaparkan materi 'Pre-bunking sebagai antisipasi konflik di media sosial selama pemilu 2024.'

Petrus Eko Nugroho selaku Ketua Koalisi Masyarakat Yogyakarta (Komasyo) menuturkan, pemilu serentak yang rencananya akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 selain menjadi selebrasi dan pengakuan kedaulatan rakyat, di saat yang sama adalah juga ancaman pada kohesi sosial masyarakat.

"Alih-alih persengketaan di tingkat elit, konflik justru lebih subur berlangsung di ranah akar rumput," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Senin 31 Juli 2023.

Benturan elit berlangsung di media massa atau siaran pers, sementara benturan di akar rumput dapat berlangsung sangat keras dan menghapus perdamaian. 

Benturan yang acap kali lahir bukan tanpa disengaja, tetapi sering melibatkan kepentingan untuk merekayasa dan mengambil keuntungan elektoral darinya.

"Pemilu, acap kali melahirkan trauma-trauma sosial sebagai dampak ikutannya," ungkapnya.

Menurut Eko, konflik horisontal, persebaran informasi bohong (hoaks), ujaran kebencian, dan patologi elektoral yang lain, seringkali memiliki nafas hidup yang lebih lama dari pemilu itu sendiri.

"Usia mereka melampaui jadwal formal dari penyelenggaraan pemilu," ucapnya.

Luka akibat konflik sosial, sentimen bawah sadar yang terpupuk sepanjang masa kampanye, hingga erosi rasa saling percaya, dan penghormatan publik satu sama lain berusia lebih lama dari kontestasi pemilu itu sendiri.

Keretakan-keretakan sosial itu harus dicegah, dihindari, dan kalaupun terjadi harus kembali dipulihkan.

Kesatuan Indonesia dan persaudaraan seluruh rakyat Indonesia adalah hal tertinggi yang harus kita bela.

Pemilu 2014, kata Eko, tercatat sebagai catatan hitam dalam sejarah politik elektoral di Indonesia, sebagai pemilu yang mengguratkan luka mendalam yang nyaris membelah bangsa ini.

Penggunaan sentimen primordial, operasi hitam media sosial, intensifikasi, dan manipulasi agama, hingga operasi kekerasan fisik yang dijumpai di seluruh negeri ini.

"Sebuah peristiwa politik yang jejak lukanya masih terasa hingga saat ini," jelasnya.

Eko mengajak kita bersama memutar kembali rekaman tragedi-tragedi elektoral yang menghancurkan kohesi sosial dan nilai-nilai bersama.

Mulai dari penolakan perawatan jenazah berbasis agama bila menolak salah satu kandidat Pemilu di DKI Jakarta, pemindahan dua kuburan di Gorontalo karena keluarga jenazah berbeda pilihan caleg, dan hal-hal sejenis yang nyaris diluar akal sehat kita.

"Sementara itu Pemilu 2019, selain masih diwarnai pengulangan dari strategi kampanye hitam sebelumnya, juga menyisakan tragedi 894 petugas penyelenggara yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit karena beratnya beban tugas pelaksanaan pemilu," terangnya.

Pemilu adalah perayaan kedaulatan rakyat, sekaligus penghormatan kepada kedaulatan tertinggi di negeri ini, sebagai tertulis dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) menyatakan : Kedaulatan ada di tangan rakyat.

Selanjutnya, sebagai bagian dari gerakan rakyat itu sendiri, Koalisi Masyarakat Yogyakarta menyatakan sikapnya:

Mendesak kepada semua pihak khususnya para partisipan pemilu untuk memastikan berjalannya pemilu secara damai, adil, berintegritas, dan bermartabat, dengan tidak menggunakan strategi politik hitam yang memecah belah rakyat menggunakan berbagai macam instrumen hanya demi keuntungan sesaat dan sepihak.

Mendesak segenap Penyelenggara Pemilu, pemerintah, dan aparat keamanan untuk memastikan terlaksananya kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan Pemilu mendatang serta agar secara serius mengambil langkah yang perlu guna mengatasi upaya-upaya pemenangan pemilu yang menjurus pada lahirnya konflik dan kekerasan di tengah masyarakat.

Mendesak diambilnya langkah hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu pada berbagai pihak yang dengan sengaja menyebarluaskan kebencian, hoax, menciptakan konflik dan kekerasan, dan hal-hal negatif lainnya yang bertentangan dengan UU dan kepentingan umum dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.

Mengundang semua pihak, khususnya berbagai macam elemen masyarakat agar bergerak bersama, mengambil inisiatif sosial kreatif untuk mengantisipasi dan melawan upaya-upaya menghancurkan kesatuan dan persaudaraan antar anak bangsa demi kepentingan elektoral sesaat.

Mendorong lahirnya gerakan bersama, jejaring bersama antar kelompok masyarakat kuat guna memastikan terlaksananya kedaulatan rakyat pada Pemilu 2024 mendatang secara damai, nirkekerasan, dan semakin menguatkan ikatan kebangsaan dalam keberagaman, toleransi, dan solidaritas kemanusiaan.

Memastikan sikap dan netralitas aparat penegak hukum turut serta menciptakan pemilu damai. ***

0 Komentar