Mantan Gubernur Papua Melakukan Perlawanan Terhadap Tuntutan 10.5 Tahun Penjara Terhadap Dirinya



 Jakarta, Growmedia.com - 

Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe melakukan perlawanan terhadap tuntutan 10,5 tahun penjara terhadap dirinya. Dia menuding KPK mencari-cari kesalahan dirinya.

Lukas Enembe awalnya mengatakan dirinya sebagai Gubernur Papua yang bersih. Dia membantah menerima suap dan gratifikasi dari pengusaha.


"Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati, Tim Penasihat Hukum yang saya hormati, saya telah dituduh dan didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dari Rijatono Lakka dan memiliki Hotel Angkasa pemberian dari Rijatono Lakka senilai Rp 25.958.352.672 dan uang dari seorang pengusaha, yaitu Pitun Enembe senilai Rp 10.413.929.500," kata Lukas Enembe dalam pleidoi pribadinya yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (21/9/2023).

Lukas menyebut jaksa tak perlu meminta keterangan kepada 184 orang saksi dan empat ahli. Menurutnya, 17 saksi yang dihadirkan dalam persidangan juga tak mengenal dirinya dan tak mengetahui perihal kasus tersebut.


"Saya tidak melakukan seperti yang dituduhkan, yang digembor-gemborkan selama ini. Saya Gubernur Papua yang clean and clear," ujarnya.


Lukas kemudian menuding KPK mencari-cari kesalahan dirinya. Dia mengungkit peristiwa pada tahun 2019 yang disebutnya sebagai operasi tangkap tangan (OTT) gagal.


"Belum puas dengan penggeledahan di Kantor Gubernur pada 2 Februari 2017. KPK mencoba melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada tanggal 2 Februari 2019 di lobi Hotel Borobudur Jakarta," ujarnya.


Dia mengatakan saat itu dirinya hadir dalam rapat resmi Pemerintah Provinsi Papua, DPRD, dan Kementerian Dalam Negeri. Dia mengatakan KPK mengirim enam orang ke hotel itu untuk melakukan pemantauan atas informasi bagian keuangan Pemda Papua hendak melakukan penyuapan. Dia menyebutkan ada dua orang petugas KPK yang juga memata-matai rombongannya.


Lukas mengatakan bagian keuangan Pemda Papua lalu membuka tas ranselnya yang disebut membawa uang untuk melakukan penyuapan. Namun, kata Lukas, tas itu hanya berisi berkas.


"Begitu dibaca isi WA nya dengan adanya informasi bahwa dalam tas ransel berisi uang, Pejabat Pemerintah Provinsi Papua yang memegang tas ransel kemudian membuka sendiri tasnya yang ternyata isinya berkas. Setelah HP Muhammad Gilang Wicaksono diperiksa, ternyata di lobi Hotel Borobudur, ia bersama temannya yang bernama Ahmad Fajar dan empat orang lainnya menunggu di parkiran hotel," ucapnya.


Lukas menuding peristiwa 'OTT yang gagal' itu membuat KPK terus mencari kesalahannya. Dia menuturkan upaya KPK berlanjut pada penyelidikan penyalahgunaan APBD Provinsi Papua pada Juli 2022.


"OTT yang gagal ini kemudian menjadi gaduh sehingga dua orang Pegawai KPK ini diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut dan kasusnya ditutup. Upaya untuk mencari-cari kesalahan saya tetap dilakukan sehingga pada bulan Juli 2022, KPK mulai melakukan penyelidikan tentang tindak pidana penyalahgunaan APBD Provinsi Papua, tetapi tidak terbukti dan mulai merekayasa tentang adanya gratifikasi, suap atau hadiah," ujarnya.

Dia mengatakan saat itu dirinya hadir dalam rapat resmi Pemerintah Provinsi Papua, DPRD, dan Kementerian Dalam Negeri. Dia mengatakan KPK mengirim enam orang ke hotel itu untuk melakukan pemantauan atas informasi bagian keuangan Pemda Papua hendak melakukan penyuapan. Dia menyebutkan ada dua orang petugas KPK yang juga memata-matai rombongannya.


Lukas mengatakan bagian keuangan Pemda Papua lalu membuka tas ranselnya yang disebut membawa uang untuk melakukan penyuapan. Namun, kata Lukas, tas itu hanya berisi berkas.


"Begitu dibaca isi WA nya dengan adanya informasi bahwa dalam tas ransel berisi uang, Pejabat Pemerintah Provinsi Papua yang memegang tas ransel kemudian membuka sendiri tasnya yang ternyata isinya berkas. Setelah HP Muhammad Gilang Wicaksono diperiksa, ternyata di lobi Hotel Borobudur, ia bersama temannya yang bernama Ahmad Fajar dan empat orang lainnya menunggu di parkiran hotel," ucapnya.


Lukas menuding peristiwa 'OTT yang gagal' itu membuat KPK terus mencari kesalahannya. Dia menuturkan upaya KPK berlanjut pada penyelidikan penyalahgunaan APBD Provinsi Papua pada Juli 2022.


"OTT yang gagal ini kemudian menjadi gaduh sehingga dua orang Pegawai KPK ini diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut dan kasusnya ditutup. Upaya untuk mencari-cari kesalahan saya tetap dilakukan sehingga pada bulan Juli 2022, KPK mulai melakukan penyelidikan tentang tindak pidana penyalahgunaan APBD Provinsi Papua, tetapi tidak terbukti dan mulai merekayasa tentang adanya gratifikasi, suap atau hadiah," ujarnya.

Bantah Punya Jet Pribadi

Lukas Enembe juga membantah memiliki jet pribadi. Dia meminta KPK tak menyebarkan isu tersebut.


"Saya juga mohon agar KPK menghentikan penzaliman terhadap diri saya dengan menyebarkan isu bahwa saya memiliki jet pribadi, padahal senyatanya saya tidak memiliki jet pribadi," kata Lukas.

Bantahan itu disampaikan Lukas terkait pernyataan KPK yang sedang mengusut dugaan pembelian jet pribadi oleh Lukas. Lukas pun meminta KPK menunjukkan lokasi parkir jet pribadi yang disebut miliknya itu. Jika KPK bisa menunjukkannya, kata Lukas, dia akan mempersilakan jet itu diambil.


"Apabila KPK menyatakan saya memiliki jet pribadi, tolong tunjukkan di mana jet pribadi saya parkir dan apabila memang ada, saya mempersilakan KPK untuk mengambilnya. Saya tidak akan melarang apalagi melawan," ujarnya.


Lukas juga mengajukan permohonan pembukaan pemblokiran rekening istri dan anaknya. Dia mengatakan istrinya, Yulce Wenda, saat ini tak memiliki penghasilan.

Minta Maaf Emosi di Persidangan

Selain menyampaikan bantahan, Lukas Enembe juga menyampaikan permohonan maaf. Dia meminta maaf telah emosi di persidangan.


"Saya berterima kasih kepada Majelis Hakim yang begitu bijak dan profesional memimpin jalannya persidangan sejak 12 Juni 2023 dan telah memaklumi kondisi kesehatan saya yang bukan saya buat-buat, apalagi sering tersulut emosi yang tidak terkontrol menghadapi persidangan yang harus menguras tenaga, pikiran, padahal seharusnya disadari oleh semua pihak," kata Lukas.


Lukas mengatakan tanya jawab beruntun dalam persidangan membuat emosinya tak terkontrol. Dia mengaku emosi saat jawabannya di persidangan tak dipercaya.


"Saya mohon maaf karena tanya jawab yang mencecar, beruntun, bertubi-tubi, penuh selidik, bahkan tidak mempercayai jawaban saya dalam persidangan yang menyulut emosi saya dan mengakibatkan kondisi kesehatan saya menjadi sangat menurun," ujarnya.


Sebagai informasi, Lukas Enembe dituntut hukuman 10 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi Rp 46,8 miliar. Selain tuntutan penjara, Lukas juga dituntut denda Rp 1 miliar, uang pengganti Rp 47,8 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun.


Sumber : Detik.com


0 Komentar