SLEMAN (D.I. YOGYAKARTA), GROWMEDIA-INDO.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus berupaya meningkatkan mutu dan kualitas layanan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui transformasi digitalisasi, dan keterbukaan informasi dalam pengelolaan kerja sama fasilitas kesehatan.
Beragam inovasi dikembangkan untuk memberikan kemudahan akses layanan tidak hanya bagi peserta JKN, namun juga fasilitas kesehatan.
Salah satunya adalah layanan Analisis Terpadu Pemetaan Perluasan Kerja Sama Fasilitas Kesehatan Berbasis Sistem Informasi Geografis (ATLAS-SIG), yang merupakan tools dalam perencanaan perluasan kerja sama fasilitas kesehatan dan Monitoring Pendaftaran Kerja Sama (workflow faskes pendaftar).
Layanan ATLAS-SIG ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat terhadap wilayah prioritas perluasan kerja sama fasilitas kesehatan yang tervisualisasi dalam bentuk peta, dengan analisis geospasial sehingga lebih transparan dan objektif bagi fasilitas kesehatan.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti pada Kegiatan Seminar dengan tema Kesiapan Rumah Sakit Dalam Transformasi Kesehatan di Era Digital, Sabtu 16 Maret 2024 lalu, yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Manajemen dan Administrasi Rumah Sakit Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan dihadiri lebih dari 300 peserta di Sleman.
Ghufron menuturkan, sistem ATLAS-SIG termuat dalam Aplikasi Health Facilities Information System (HFIS) di website BPJS Kesehatan pada menu layanan pendaftaran fasilitas kesehatan.
Di sana dapat melihat kebutuhan fasilitas kesehatan sesuai dengan warnanya. Ada empat warna, yaitu warna hijau tua berarti sangat direkomendasikan perluasan fasilitas kesehatan.
Lalu warna hijau muda dapat direkomendasikan, kuning sudah cukup direkomendasikan, serta warna merah berarti sudah tidak direkomendasikan atau sudah tidak dibutuhkan penambahan fasilitas kesehatan di daerah tersebut.
"Jadi idealnya melihat ATLAS-SIG terlebih dahulu,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Selasa 19 Maret 2024.
Lebih lanjut, Ghufron menyampaikan, BPJS Kesehatan sebelumnya telah memiliki sistem pengelolaan kerja sama fasilitas kesehatan pada Program JKN.
Diawali dengan perencanaan fasilitas kesehatan kerja sama seperti pemetaan, pembuatan profil dan analisis perluasan fasilitas kesehatan kerja sama.
Tahap selanjutnya adalah seleksi kerja sama yaitu pendaftaran dan proses kredensial/rekredensial.
Ada beberapa kriteria teknis dalam melakukan kredensial/rekredensial, yaitu sarana tempat tidur, jenis pelayanan dan SDM, sistem, kelengkapan sarana dan prasarana, sampai prosedur dan administrasi.
"Setelah tahapan itu maka akan dilakukan kontrak kerja sama. Kemudian setelah kerja sama akan dilakukan monitoring dan evaluasi,” ungkapnya.
Ghufron menjelaskan, BPJS Kesehatan terus memastikan kesiapan rumah sakit dalam transformasi kesehatan di era digital dan strategi kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Salah satunya yakni terpenuhinya persyaratan wajib dan teknis sesuai ketentuan perundang- undangan.
Selain itu, fasilitas kesehatan berkomitmen untuk memenuhi kontrak kerja sama. Kemudian juga fokus terhadap mutu layanan kepada peserta dan seluruh jajaran mempunyai kesamaan pemahaman tentang Program JKN.
Kesinambungan Program JKN juga sangat bergantung pada kolaborasi antar pemangku kepentingan yang ada dalam ekosistem JKN, termasuk dengan institusi keuangan yang menghadirkan lebih dari 950 ribu kanal pembayaran.
"Sehingga kolektibilitas iuran JKN pun terus bertumbuh. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan selalu berkolaborasi dan bersinergi dengan seluruh pihak untuk menciptakan layanan yang mudah, cepat dan setara. Tentunya didukung dengan transformasi dan digitalisasi layanan,” ucapnya.
Tak hanya itu, Ghufron menegaskan kembali transformasi mutu layanan JKN di BPJS Kesehatan yang memberikan layanan dengan mudah, cepat, setara non diskriminasi.
Mudah, cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja untuk berobat di fasilitas kesehatan dan tidak perlu fotokopi berkas apapun.
Cepat, antrean dapat dilakukan dari mana saja. Setara, tidak terdapat perbedaan pelayanan kesehatan atau diskriminasi di fasilitas kesehatan.
Sementara itu, Direktur Utama RSI Gunungkidul Wiwik Lestari mengatakan bahwa peranan BPJS Kesehatan untuk rumah sakit sangat penting.
Di RSI Gunungkidul sendiri hampir 80 persen seluruhnya peserta JKN.
Tentunya sebagai fasilitas kesehatan harus dapat mempertahankan mutu layanan kepada peserta JKN.
“Jika ingin memberikan layanan terbaik untuk peserta, maka kita harus baik dari dalam diri kita. Seandainya jika ada kesalahan harus diperbaiki dan seterusnya seperti itu. Alhamdulillah peserta JKN di RSI Gunungkidul selalu memberikan testimoni yang baik kepada rumah sakit kami, dan itu harus dipertahankan,” katanya.
Tidak hanya itu, RSI Gunungkidul sudah menggunakan antrean online dan juga sudah mengimplementasikan i-Care JKN.
Dengan adanya antrean online maka layanan juga lebih cepat dan teratur, tidak terjadinya penumpukan antrean di rumah sakit.
Sedangkan i-Care JKN sangat membantu dokter untuk mengetahui riwayat kesehatan dari peserta.
Era digitalisasi seperti ini, seluruh fasilitas kesehatan harus bisa saling bersinergi bersama.
“Alhamdulillah, walaupun RSI Gunungkidul masih tergolong rumah sakit baru yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, tetapi kualitas antrean online sudah sangat baik. Bijak dan cerdas terutama pada Program JKN karena kesinambungan adalah hak semuanya, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan dan pemerintah,” kata dia. ***
0 Komentar