Ciri-ciri pemerintah desa yang anti terhadap kritik masyarakat:
1.Tidak Mendengarkan Warga: Mengabaikan masukan dan keluhan dari warga desa, tidak menyediakan mekanisme yang efektif untuk mendengar suara masyarakat.
2.Defensif dan Reaktif:
Menunjukkan sikap defensif ketika dikritik, sering kali merespons dengan kemarahan atau sikap agresif terhadap warga yang memberikan kritik.
3.Kurang Transparansi:
Tidak terbuka dalam hal pengelolaan anggaran desa, proyek desa, dan keputusan-keputusan penting lainnya.
4. Tidak Mengakui Kesalahan:
Enggan mengakui kesalahan atau kegagalan dalam menjalankan program desa dan cenderung menyalahkan faktor eksternal.
5. Mengintimidasi Warga:
Menggunakan ancaman atau tindakan represif untuk membungkam kritik dari warga, seperti mengancam dengan tindakan hukum atau sanksi sosial.
6.Tidak Memberikan Ruang untuk Partisipasi Publik:
Tidak mengadakan pertemuan desa yang inklusif atau forum-forum diskusi di mana warga dapat menyampaikan pendapat dan kritik mereka.
7.Egois dan Otoriter:
Memiliki sikap otoriter, merasa selalu benar, dan tidak mau mempertimbangkan pendapat atau saran dari warga.
8.Cenderung Menyensor Kritik: Membatasi atau menyensor media lokal atau platform komunikasi yang digunakan warga untuk menyampaikan kritik.
9.Memperkuat Status Quo: Berusaha mempertahankan status quo dan menolak perubahan atau inovasi yang mungkin menguntungkan warga.
Untuk mencegah sikap anti kritik dalam pemerintah desa,Berikut adalah beberapa sumber undang-undang dan pasal yang dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk menangkal sikap anti kritik dalam pemerintah desa di Indonesia:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
**Pasal 68**
1. Warga Desa berhak:
a. Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
b. Mendapatkan pelayanan yang sama dan adil;
c. Menyampaikan saran dan pendapat secara lisan maupun tertulis secara bertanggung jawab mengenai kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa;
d. Memilih, dipilih, dan/atau diangkat menjadi Kepala Desa atau Perangkat Desa;
e. Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari tindakan sewenang-wenang;
f. Mendapatkan manfaat dari program pembangunan Desa; dan
g. Mendapatkan pendidikan.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
**Pasal 2**
1. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.
2. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
3. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
4. Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undang-undang, kepatutan, dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian mengenai konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
**Pasal 14**
Penyelenggara pelayanan publik wajib:
1. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
2. Menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan sebagai pernyataan kesanggupan dan kewajiban untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
**Pasal 82**
1. Warga Desa berhak mendapatkan informasi mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
2. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana pembangunan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, serta hasil pembangunan Desa.
**Pasal 83**
1. Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara tertulis kepada masyarakat Desa.
2. Penyebaran informasi dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Dalam upaya membangun desa yang lebih baik, pemerintah desa harus memperhatikan peran kritik dari masyarakat sebagai sarana untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Menerima kritik dengan sikap terbuka bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru merupakan tanda kedewasaan dalam kepemimpinan. Dengan menggali masukan dari warga dan berkolaborasi dengan mereka, pemerintah desa dapat menciptakan kebijakan dan program yang lebih efektif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Jika pemerintah desa mampu membangun budaya yang menghargai kritik dan responsif terhadap masukan dari warga, maka desa tersebut memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, sambil meningkatkan kualitas hidup seluruh komunitasnya.
0 Komentar