Orang Jawa Takut Menikah di Tahun Dudo
Fenomena masyarakat Pati dimana beramai-ramai orang yang punya hajat nikahan dihabiskan di bulan Juni hingga awal Juli yang menganut kejawen sehingga orang yang menyumbang hajatan bisa mencapai 3 atau 4 kali per harinya. Ini nengakibatkan para pemuda di Pati memilih merantau ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Tahun Jawa yang dianut oleh orang-orang terdahulu, Jawa Kuno terbagi menjadi dua bagian yaitu Tahun Asapon dan Tahun Aboge, Tahun Asapon adalah tahun yang diawali dengan tahun Alif, hari pasaran Selasa Pon, sedangkan tahun Aboge adalah tahun yang diawali dengan Tahun Alif, hari pasaran Rebo Wage.
Menurut Abah Iman Widyodipuro, seorang paranormal sekaligus pengasuh Padepokan Harimau Kumbang di Pati Selatan menyebutkan, "mitos Tahun Duda ialah tahun yang jatuh pada 1 Suro dari Tahun Alif sampai tahun Jim Akhir yang tidak mempunyai pasangan pasaran dengan tahun lainnya," jelasnya.
Dalam hubungannya dengan Tahun Duda adalah dari rumus pasaran awal tahun yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Dimana jika ditampakkan dalam daftar kalender, maka akan terlihat jelas bahwa hari pasaran Pon, Pahing, dan Kliwon masing-masing akan ada dua kali yang berarti memiliki pasangan.
Sedangkan pasaran Legi dan Wage hanya ada satu kali dan tidak mengalami pengulangan yang berarti tidak memiliki pasangan. Sehingga dalam masyarakat Jawa muncul istilah dengan sebutan Tahun Duda. Istilah ini diambil dari kata duda yaitu seorang laki-laki yang sudah bercerai dari istrinya atau karena kematian istri dan tidak memiliki pasangan.
Dari situ muncul sebuah istilah Tahun Duda yang dianggap menjadi sebuah Gugon Tuhon yaitu kepercayaan irasional yang dianggap nyata. Dalam masyarakat Jawa, terdapat kepercayaan bahwa ketika terdapat sepasang orang yaitu pria dan wanita dewasa melakukan pernikahan pada tahun yang tidak memiliki pasangan pasaran dalam siklus satu windu kalender Jawa, akan mengakibatkan perceraian.
"Karena ada akibat perceraian, maka tahun-tahun tersebut dikenal dengan sebutan Tahun Duda. Agar kita tidak mengesampingkan Tuhan Pencipta Alam, maka kita sebagai umat beragama tidaklah sepenuhnya meyakini atau bertendensi dengan hal klenik ataupun mitos yang ada sekalipun itu nyata adanya," pungkas Abah Iman.
(Im)
Posting Komentar