TPP dan Tunjangn Jafung ASN Aceh Timur Diduga Kuat Belum Terbayarkan.
Aceh Timur_Growmedia.indo.com. Menurut data statistik Provinsi Aceh tahun 2023 yang terakhir diperbarui pada tanggal 14 Juli 2024, Kabupaten Aceh Timur memiliki lahan sawit seluas 28.510 hektare, lebih luas dibandingkan Kabupaten Aceh Tamiang yang hanya memiliki areal perkebunan sawit seluas 23.382 hektare. Dari jumlah tersebut, Kabupaten Aceh Timur kini memiliki sekitar enam pabrik kelapa sawit.
Selain sektor perkebunan, Kabupaten Aceh Timur juga tidak kalah unggul dibandingkan kabupaten lain dalam sektor perikanan. Berdasarkan data statistik Aceh tahun 2015, produksi budidaya perikanan di Kabupaten Aceh Timur mencapai 10.588 ton, sementara di Kabupaten Aceh Tamiang hanya 1.230,90 ton setiap tahunnya. Bahkan, Aceh Timur memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kota Idi, yang setiap harinya terjadi transaksi ikan mencapai ratusan ton.
Kabupaten Aceh Timur juga tidak kalah hebat dengan Kota Lhokseumawe yang dahulu terkenal sebagai kota petro gas. Kini, Kabupaten Aceh Timur memiliki perusahaan raksasa, yaitu PT Medco E&P, anak perusahaan MedcoEnergi, yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi, serta merupakan operator wilayah kerja Blok A yang berlokasi di Kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur.
Sementara itu, Kabupaten Aceh Tamiang hanya memiliki Pertamina EP Rantau Field sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas dengan wilayah kerja yang mencakup Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, dan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Jika kita melihat dua kabupaten yang dulunya satu kesatuan dalam Kabupaten Aceh Timur, mengapa kini justru Kabupaten Aceh Tamiang yang memiliki ASN lebih sejahtera dibandingkan Aceh Timur? Hal ini terjadi karena TPP dan tunjangan Japung di Aceh Timur hingga kini belum tuntas diselesaikan oleh pemerintah kabupaten. Ironisnya, Aceh Tamiang mampu membayar TPP 100% dan rutin setiap bulan, sementara Kabupaten Aceh Timur, meskipun sudah dipotong hingga 40%, tetap tidak mampu membayar TPP secara rutin bahkan hingga saat ini masih tertunggak.
Kabupaten Aceh Timur sudah berganti Bupati berkali-kali, namun nasib ASN-nya bagaikan anak ayam yang kehilangan induk. Tidak ada tempat bersandar dan berlindung; setiap yang datang dan pergi seolah mengabaikan nasib para ASN.
Salah seorang ASN sempat memberikan ide, jika memang tidak mampu, apakah lebih baik kembali bergabung dengan Kota Langsa? Bagaimana mungkin kabupaten dengan sumber daya alam yang luar biasa tidak mampu mengelola pendapatan asli daerahnya sehingga hak-hak ASN selalu terabaikan, seakan janji manis saat orasi kampanye.
Saat ini, hampir 60% ASN Kabupaten Aceh Timur menetap di Kota Langsa. Hal ini dikarenakan dulunya ibu kota Kabupaten Aceh Timur adalah Kota Langsa. Sejak pemekaran, ASN harus hijrah ke Idi yang menjadi ibu kota baru Kabupaten Aceh Timur, yang jaraknya mencapai 70 km dari Kota Langsa.
Coba pikirkan oleh Pj Bupati, berapa biaya yang dikeluarkan oleh seorang ASN yang setiap hari harus pulang pergi dari Kota Langsa ke Kota Idi? Berapa gaji yang mereka terima setiap bulan, ditambah kebutuhan hidup, biaya pendidikan anak-anak, dan lain sebagainya? Jika bukan TPP yang diharapkan sebagai tambahan penghasilan, dari mana lagi? Di mana hati nurani para pengambil kebijakan Aceh Timur? Sepertinya urat malu sudah hilang, sehingga berita TPP Aceh Timur selalu menjadi sorotan, namun tak ada perhatian dan penyelesaiannya sedikitpun. (GMr)
Posting Komentar