Garut- Simpangsari, 26 September 2024 – Warga Desa Simpangsari merasakan kekecewaan mendalam setelah audensi terkait kasus pemalsuan tanda tangan dalam penyaluran dana insentif guru ngaji berakhir tanpa hasil yang memuaskan. Putusan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dinilai tidak objektif dan tidak memberikan keadilan bagi pihak yang dirugikan.
Kasus ini bermula beberapa bulan lalu ketika sejumlah guru ngaji di Simpangsari mengeluhkan adanya pemotongan dana insentif yang mereka terima. Setelah dilakukan investigasi oleh masyarakat setempat, ditemukan adanya dugaan pemalsuan tanda tangan pada dokumen pencairan insentif. Hal ini memicu kemarahan warga yang merasa bahwa hak para guru ngaji telah diselewengkan oleh pihak tertentu.
Awal Proses audensi senin(23/9) dan kamis (26/9) yang dihadiri oleh perwakilan warga, aparat desa, dan pihak berwenang dilaksanakan untuk menemukan solusi yang adil bagi semua pihak. Namun, setelah melalui proses yang panjang, warga merasa putusan yang dikeluarkan tidak memihak kepada korban. Menurut salah satu tokoh masyarakat Simpangsari, banyak kejanggalan dalam proses penyelidikan yang seharusnya diungkap secara lebih mendalam.
"Putusan ini sangat mengecewakan. Kami tidak melihat adanya itikad baik dari pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini. Tanda tangan dipalsukan, dana dipotong, tetapi yang bertanggung jawab seolah-olah tidak tersentuh," ujar DR, seorang warga yang mengikuti audensi.
Kekecewaan warga semakin memuncak ketika dalam audensi tersebut, pihak yang diduga terlibat dalam pemalsuan tanda tangan justru tidak mendapat sanksi tegas. Beberapa warga bahkan menuding adanya praktik kolusi antara pihak desa dan oknum terkait.
"Sungguh tidak adil. Kami sudah memberikan bukti-bukti yang kuat di dalam ruangan audensi kamis, tapi mereka tetap tidak menindaklanjuti dengan serius. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan dan hak kami sebagai warga," lanjut Perwakilan Warga yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, Kepala Desa Simpangsari, Saepuloh, membantah tuduhan bahwa proses audensi dan putusan tidak objektif. Ia menegaskan bahwa semua proses telah berjalan, memang untuk pembagian guru ngaji baru 70% . "Kami berusaha bersikap adil. Semua permintaan sisa yang 30% sudah di selesaikan selasa lalu (24/9), dan kejadian ini hanya miskomunikasi antara pemdes dan guru ngaji," jelasnya.
Meski demikian, warga tidak puas dan berencana mengajukan banding atas putusan tersebut. Mereka berharap kasus ini bisa dibawa ke tingkat yang lebih tinggi agar mendapatkan keadilan yang sesungguhnya.
Kasus pemalsuan tanda tangan dan dugaan korupsi insentif guru ngaji ini terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Simpangsari. Warga berharap pemerintah daerah dapat turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini dengan transparan dan adil.
0 Komentar