Pawai Budaya Festival Grebeg Sudiro di Surakarta

Daftar Isi


Surakarta, growmedia-indo.com

Grebeg Sudiro tradisi yang lahir dari pembauran budaya Jawa dan Tionghoa di Kelurahan Sudiroprajan, Surakarta, bertujuan untuk memperkenalkan Sudiroprajan pada masyarakat luas dan mengangkat nama Daerahnya tersebut, menggelar serangkaian kegiatan yang digelar di Surakarta mulai dari 16 Januari Hingga 31 Januari 2025, acara pembukaan yakni umbul mantram di laksanakan di Kelurahan Sudiroprajan 16 Januari 2025 lalu, sementara sore ini di gelar pawai kirab budaya Festival Grebeg Sudiro (26/01/2025)


"Festival Budaya Grebeg Sudiro dilatarbelakangi karena Sudiroprajan adalah daerah percampuran antara etnis Jawa dan Tionghoa yang telah hidup rukun dan membaur sejak lama, hingga suatu ketika warga Sudiroprajan ingin mengangkat nama Sudiroprajan tersebut lewat gelaran seni budaya, sebab tradisi ini terinspirasi dari tradisi di Kampung Sewu Daerah tetangga yang dekat dengan Sudiroprajan, dan terkenal dengan tradisi Rebutan Apem, " jelas Joko salah seorang warga yang ikut menyaksikan pawai.

Lebih lanjut dia menjelaskan "Grebeg Sudiro sendiri merupakan pengembangan dari tradisi Buk Teko yang sudah berlangsung sejak masa Paku Buwono X berkuasa, Grebeg Sudiro merupakan wujud akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa yang diwujudkan dalam rangkaian menyambut perayaan Tahun Baru Imlek." jelasnya.


"Budaya lokal tidak akan hilang jika terus dilestarikan, seperti halnya Grebeg Sudiro yang merupakan salah satu budaya lokal Jawa dan telah berakulturasi dengan budaya asing yakni Tionghoa, namun tidak menghilangkan ciri khas budaya Jawa itu sendiri, Grebeg Sudiro menjadi contoh bagi masyarakat nusantara untuk terus mempertahankan budaya lokal sekalipun banyak kebudayaan asing yang bukan tidak mungkin dapat menggerus dan menghilangkan kebudayaan lokal, perayaan Grebeg Sudiro di Desa Sudiroprajan Surakarta, adalah sebuah wujud harmonisasi Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa di Sudiroprajan, Surakarta, saya bisa berkata demikian karena selalu hadir di kegiatan ini mas" terangnya menambahkan.


"Pembauran budaya pada Grebeg Sudiro menjadikan gelaran kesenian ini diterima oleh masyarakat luas selain karena keunikannya, juga disebabkan oleh adanya kerukunan dan rasa saling menghargai antar etnis Jawa dan Tionghoa di Kelurahan Sudiroprajan." ujarnya


“Tradisi Grebeg Sudiro sendiri menurut beberapa sumber dimulai pada tahun 2007, awal pelaksanaan Grebeg Sudiro didukung oleh banyak pihak, seperti Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya selaku pendiri dan penggagas utama dalam Grebeg Sudiro yang kemudian mendapat persetujuan dari Kepala Kelurahan Sudiroprajan beserta jajaran aparatnya, para budayawan dan tokoh masyarakat serta LSM,  dengan demikian perayaan Grebeg Sudiro sebagai ikon kota Surakarta ini dapat berjalan dengan lancar” papar salah seorang panitia yang ikut menyambung pembicaraan kami.


Kemudian "Tahun Baru Imlek dan agama Konghucu memiliki kaitan yang sangat erat, sebab asal-usul Tahun Baru Imlek, terkait dengan agama Konghucu, menurut legenda, Tahun Baru Imlek dimulai pada zaman Dinasti Xia, ketika Kaisar Huangdi memerintahkan rakyatnya untuk merayakan awal tahun baru dengan melakukan ritual-ritual keagamaan, sementara agama Konghucu memiliki pengaruh besar dalam pembentukan tradisi Tahun Baru Imlek, Konghucu, seorang filsuf dan pemimpin agama, mengajarkan tentang pentingnya moralitas, etika, dan ritual keagamaan, Tradisi Tahun Baru Imlek banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Konghucu, dengan 

ritual-ritual keagamaan yang terkait dengan agama Konghucu, seperti ritual membersihkan rumah, memasang hiasan, dan melakukan persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa juga konsep terkait penghormatan kepada leluhur, kesetiaan kepada keluarga, dan kepedulian terhadap masyarakat, dengan demikian, Tahun Baru Imlek dan agama Konghucu memiliki kaitan yang sangat erat, baik dalam asal-usul, pengaruh, ritual keagamaan, maupun nilai-nilai yang dianut. "papar Didit salah seorang warga yang ternyata juga keturunan Tionghoa dan masa kecilnya dulu dihabiskan di Kartopuran Surakarta selama beberapa waktu, dan hari ini dia sengaja Napak tilas lagi sejarah para leluhurnya sekaligus melihat perayaan Grebeg Sudiro di Surakarta.


"Grebeg Sudiro, Konghucu dan Imlek memiliki kaitan yang sangat erat dalam hal sejarah, ritual, dan filosofi, dari sisi historis sejarah Grebeg Sudiro Konghucu berasal dari tradisi Tionghoa yang dipengaruhi oleh agama Konghucu, Tradisi ini dibawa oleh imigran Tionghoa ke Indonesia dan berkembang menjadi Grebeg Sudiro, kemudian terkait dengannya ritual Grebeg Sudiro Konghucu dan Imlek sama memiliki kesamaan ritual keagamaan dan perayaan yang sama, seperti pawai, pertunjukan seni, dan makanan tradisional, serta secara filosofis Grebeg Sudiro Konghucu dan Imlek memiliki nilai-nilai yang sama juga, seperti hormat kepada leluhur, kesetiaan kepada keluarga, dan kepedulian terhadap masyarakat, kedua perayaan tersebut, memiliki penghargaan yang sama terhadap leluhur dan dewa-dewa, yang diwujudkan dalam bentuk persembahan dan ritual keagamaan," terangnya.


"Menurut beberapa sumber, Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 menyatakan Khonghucu menjadi agama resmi negara, meskipun hal ini mengundang perdebatan banyak pihak, namun hermeneutika hukum diharapkan dapat menggali ratio legis dikeluarkannya keputusan tersebut, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sejak hadirnya kerajaan nusantara sampai saat ini, terdapat hubungan yang tua dan asli terjadi antara agama dan negara, dalam perkembangan sejarahnya, Khonghucu pun telah memenuhi syarat untuk disebut sebagai agama di Indonesia, maka berdasarkan pada ajaran agama Islam melalui perjuangan atas nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan pluralisme Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan keputusan yang menjadikan Khonghucu sebagai agama resmi, sistem kepercayaan agama Konghucu masih mengakui keberadaan Tuhan, agama Konghucu mempunyai sistem hubungan vertikal (kepada tuhan) dan horizontal (kepada sesama manusia), meskipun agama Konghucu mengakui adanya Tuhan, namun ajaran-ajaran agama Konghucu lebih menekankan pada hubungan sesama manusia." terang Didit seorang warga keturunan memberikan komentar saat di wawancarai awak media.


"Surakarta, sebuah kota di Jawa Tengah, telah lama dikenal sebagai kota yang memiliki toleransi tinggi terhadap berbagai agama dan budaya, di dukung Kebijakan Walikota Solo yang menetapkan Solo sebagai "Kota Toleransi" telah menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan agama Konghucu dan budaya Tionghoa di kota Surakarta, Festival budaya Grebek Sudiro, yang merupakan perayaan tahunan umat Konghucu, telah menjadi salah satu event budaya yang paling dinantikan di Surakarta, perayaan ini tidak hanya dirayakan oleh umat Konghucu, tetapi juga oleh masyarakat Solo secara umum." paparnya


Lebih jauh di katakan "Toleransi dan kebijakan yang mendukung telah memungkinkan agama Konghucu dan budaya Tionghoa tumbuh dan berkembang dengan baik di Surakarta, Hal ini telah menciptakan suasana yang harmonis dan inklusif di kota tersebut, sehingga memungkinkan berbagai agama dan budaya untuk hidup berdampingan dengan damai, toleransi dan kebijakan yang mendukung telah menjadi kunci bagi perkembangan agama Konghucu dan budaya Tionghoa di Surakarta." pungkasnya.


Grebeg Sudiro 2025 hadir dengan beragam kegiatan seru dan penuh semangat yang menggema di Kota Surakarta, dimulai dari agenda umbul mantram 16 Januari 2025, hingga berlanjut ke rangkaian acara yang berfokus pada budaya dan pariwisata akan menyemarakkan suasana hingga akhir 31 Januari 2025, para warga Solo dan wisatawan diundang untuk ikut merayakan tradisi ini dengan penuh keceriaan, dengan berbagai kegiatan yang penuh warna, Grebeg Sudiro 2025 memberikan kesempatan bagi masyarakat Solo dan wisatawan untuk merasakan keceriaan dan kehangatan perayaan Imlek, serta merasakan semangat Grebeg Sudiro 2025.


( Pitut Saputra )

Posting Komentar