Tambang Timah di Desa Teru: Ancaman Infrastruktur dan Dugaan Bekingan Oknum TNI |
Bangka Tengah, growmedia-indo,com– Aktivitas tambang timah ilegal yang beroperasi hanya dua meter dari jalan raya di Desa Teru, Bangka Tengah, terus menuai keluhan warga. Menggunakan alat berat berwarna oranye merek Hitachi, tambang ini juga diduga sengaja ditutupi plastik hitam agar tidak terdeteksi aparat penegak hukum (APH) dan warga sekitar. Kamis (8/01/2025)
Pantauan jejaring media ini di lokasi pada Rabu (08/01/2025) menunjukkan tambang tersebut sangat dekat dengan tiang listrik dan jalan raya, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan potensi kerusakan infrastruktur publik.
Salah satu warga, Yanto, menilai keberadaan tambang ini sangat membahayakan pengguna jalan dan meminta Kapolres Bangka Tengah segera mengambil tindakan.
“Pinggir jalan saja sudah ditambang, tolong Pak Kapolres jangan tebang pilih. Jangan sampai menunggu jalan atau tiang listrik roboh baru bertindak,” ujar Yanto dengan nada kesal.
Yanto juga menyebut bahwa tambang ini diduga dilindungi oleh oknum aparat berseragam, sehingga warga merasa sulit menuntut penindakan.
“Kalau rakyat kecil yang menambang, langsung ditindak. Kalau tambang besar seperti ini, malah terkesan dibiarkan,” tambahnya.
Kapolres Lempar Tanggung Jawab, Dugaan Oknum TNI Terlibat
Ketika dikonfirmasi, Kapolres Bangka Tengah, AKBP Pradana Aditya, meminta wartawan untuk mengoordinasikan tindak lanjutnya dengan pihak Detasemen Polisi Militer (Denpom).
“Silakan koordinasi tindak lanjutnya ke pihak Denpom terkait,” tulis AKBP Pradana melalui pesan WhatsApp.
Pernyataan ini mengindikasikan adanya dugaan keterlibatan oknum TNI dalam mendukung aktivitas tambang ilegal tersebut.
Sesuai dengan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, anggota TNI dilarang terlibat dalam kegiatan komersial atau bisnis yang bertentangan dengan tugas dan fungsi mereka sebagai penjaga keamanan negara.
Jika terbukti terlibat, oknum TNI yang melindungi tambang ilegal dapat dijerat Pasal 421 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang yang dapat dikenakan hukuman pidana hingga 4 tahun penjara.
Selain itu, Pasal 55 KUHP juga memungkinkan pemilik tambang dan pihak-pihak yang terlibat untuk turut dimintai pertanggungjawaban hukum.
Regulasi yang Dilanggar dan Lemahnya Penegakan Hukum
Aktivitas tambang ilegal ini jelas melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Selain itu, jarak tambang yang sangat dekat dengan jalan raya melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 41 Tahun 2015 tentang Garis Sempadan Jalan.
Dalam regulasi tersebut, dijelaskan bahwa aktivitas yang membahayakan pengguna jalan atau merusak infrastruktur jalan dilarang keras.
Namun, respons Kapolres yang hanya menyarankan koordinasi ke Denpom menunjukkan lemahnya sinergi antara kepolisian dan institusi TNI dalam menindak pelanggaran hukum, terutama ketika melibatkan oknum.
Lemahnya penindakan semacam ini dapat menciptakan persepsi negatif di masyarakat tentang keberpihakan aparat penegak hukum.
Tuntutan Warga dan Langkah Hukum
Warga Desa Teru mendesak aparat, baik dari Polri maupun TNI, untuk segera bertindak tegas terhadap aktivitas tambang ilegal ini.
Kegagalan dalam menindak aktivitas yang sudah jelas melanggar hukum akan menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum di wilayah tersebut.
Jika dugaan keterlibatan oknum TNI benar, masyarakat berhak menuntut transparansi melalui pengawasan internal TNI sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Tentara Nasional Indonesia.
Laporan warga juga dapat menjadi dasar bagi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan investigasi jika tindakan yang dilakukan oknum dianggap merugikan hak publik.
Warga seperti Yanto menegaskan, apabila tidak ada tindakan nyata dari aparat, mereka tidak segan-segan untuk mengajukan tuntutan hukum secara kolektif.
“Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai rakyat harus berhadapan langsung dengan alat berat atau aparat bersenjata untuk menghentikan tambang ini,” tegas Yanto.
Harapan akan Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus tambang ilegal di Desa Teru menjadi ujian besar bagi aparat penegak hukum dalam menjaga integritas dan kredibilitas mereka. Keberadaan tambang di lokasi strategis yang membahayakan infrastruktur publik menuntut tindakan segera dan tegas.
Masyarakat berharap kepolisian dan TNI dapat bersinergi untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Kini, semua mata tertuju pada langkah konkret yang akan diambil aparat dalam menyelesaikan persoalan ini, sekaligus memastikan bahwa tambang ilegal di Desa Teru benar-benar dihentikan demi kepentingan bersama, tutupnya.