Menguak Kartel Gas Elpiji: Siapa yang Bermain di Balik Kelangkaan

Daftar Isi

Pangkalpinang, Growmedia-indo,com-
"Tak semua bunga harum di hidung semua orang." (Hal yang baik menurut kita belum tentu disukai atau diterima oleh orang lain.) Barangkali itu ungkapan penulis untuk disampaikan kepada Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI terkait kebijakannya untuk menata ulang pendistribusian gas elpiji bersubsidi ‘Melo’ 3kg.

Meskipun dibantah oleh Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI, bahwa kebijakan tersebut bukanlah perintah dari Presiden Prabowo dan akhirnya  masyarakat pun diberikan kembali bisa menjadi pengecer atau sub-pangkalan, namun kebijakan yang dilakukan oleh Bahlil sebenarnya bertujuan baik, yakni untuk mengatasi atau menekan harga eceran gas elpiji melon 3 kg agar bisa lebih murah dan mengetahui apakah di tingkat agen atau pangkalan gas terjadi permainan harga hingga mencapai Rp 25.000 per tabung.
Bahlil tampaknya ingin membongkar praktik curang dalam pendistribusian gas elpiji ke masyarakat yang dilakukan oleh agen dan pangkalan. Pasalnya, banyak masyarakat yang justru menjadi pengecer gas elpiji Melon 3 kg.
Namun, ketika Bahlil memerintahkan Pertamina untuk menekan agen dan pangkalan agar tidak menjual gas elpiji 3 kg kepada masyarakat atau pelaku UMKM, justru kebijakan ini menyebabkan kelangkaan gas elpiji bagi masyarakat.
Akibatnya, kebijakan penataan ulang distribusi gas elpiji 3 kg di tingkat pengecer atau sub-agen malah memperparah kelangkaan di lapangan.
Padahal, jika kebijakan ini dieksekusi dengan lebih bijak, Bahlil seharusnya bisa memerintahkan Pertamina dan mitranya, seperti agen dan pangkalan, untuk terlebih dahulu mendata siapa saja masyarakat atau pelaku UMKM yang menjadi pengecer gas elpiji 3 kg.
Bahlil sebenarnya mengetahui bahwa bertambahnya jumlah pengecer atau sub-agen gas elpiji merupakan akibat dari praktik curang yang sarat dengan unsur KKN.
Banyak agen yang memberikan kuota gas elpiji kepada keluarga atau kroni mereka untuk menjadi pengecer atau sub-pangkalan demi mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
Hal ini turut memicu praktik pengoplosan gas elpiji 3 kg ke dalam tabung gas 12 kg yang dijual dengan harga jauh di atas harga subsidi.
Fenomena ini juga terjadi di Bangka Belitung, di mana banyak pengecer atau sub-agen gas yang sebenarnya mendapatkan jatah karena memiliki hubungan dekat dengan agen setempat.
Keserakahan oknum agen ini menyebabkan pemotongan jatah pangkalan gas resmi yang seharusnya mendapat alokasi tertentu. Akibatnya, jatah gas untuk kebutuhan rumah tangga yang biasanya tiga tabung per bulan dikurangi menjadi dua tabung per bulan.
Agar distribusi gas elpiji 3 kg kembali normal dan harga bisa sesuai dengan HET, pemerintah harus memperketat pengawasan di tingkat agen dan pangkalan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009, distribusi gas elpiji 3 kg harus tepat sasaran dan hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin serta usaha mikro.
Oleh karena itu, peran pemerintah daerah dan aparat hukum sangat diperlukan dalam mengawasi penyaluran gas agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
Jika langkah ini tidak segera diambil, maka masalah kelangkaan gas elpiji 3 kg akan terus berulang, sementara masyarakat kecil tetap menjadi korban permainan harga yang dilakukan oleh mafia gas di tingkat agen dan pangkalan. (*)

Penulis : Ari Wibowo

Posting Komentar